Majalengka,NUANSA POST—Saat ini, Kabupaten Majalengka tengah memasuki periode penting dalam proses demokratisasi, dengan persiapan untuk pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang semakin intens. Tahapan resmi Pilkada Kabupaten Majalengka belum dimulai, namun pertarungan politiknya telah mencapai level yang signifikan.
Tokoh politik terkemuka, yaitu H. Karna Sobahi, Karna Sobahi, dan Rona Firmansyah, telah secara tegas menyatakan komitmennya untuk turut serta dalam Pilkada Kabupaten Majalengka mendatang. Mantan Bupati Majalengka, H. Karna Sobahi, dalam interaksinya dengan masyarakat, secara terbuka menyuarakan keinginannya untuk kembali berkompetisi dalam Pilkada 2024, sementara Rona Firmansyah, Ketua DPD PAN Majalengka, juga mengkonfirmasi kesiapannya untuk bertarung dalam ajang tersebut.
Namun, dinamika politik lokal belakangan ini ditandai oleh kehadiran yang semakin mencolok dari sejumlah akun anonim di berbagai platform media sosial, khususnya di Kabupaten Majalengka. Akun-akun anonim ini secara agresif “menyerang” eks Bupati H. Karna Sobahi, dengan pengguna Facebook lokal menjadi sasaran utama serangan tersebut.
Serangan-serangan ini beragam dalam bentuknya, mulai dari narasi yang disampaikan melalui berbagai jenis konten seperti foto, video, hingga tulisan yang diunggah secara daring. Bahkan, anggota DPRD Majalengka pun telah menyuarakan kekecewaannya terhadap akun-akun palsu yang menargetkan keluarganya.
Pertanyaan muncul mengenai sifat dan tujuan dari akun-akun anonim tersebut, apakah mereka dapat dikategorikan sebagai buzzer politik. Menurut penjelasan ahli hukum online, buzzer politik merujuk pada individu atau kelompok yang mengkampanyekan pesan atau konten tertentu sesuai dengan keinginan pihak yang membayar. Mereka mungkin menggunakan akun anonim atau palsu untuk menyebarkan pesan-pesan yang mendukung atau merugikan suatu kandidat.
Buzzer politik memainkan peran yang signifikan dalam membentuk opini publik selama periode kampanye politik. Pesan-pesan yang disebarkan oleh buzzer politik dapat mencakup berita hoaks, kampanye hitam, atau informasi palsu dengan tujuan meraih dukungan atau merusak citra lawan politik.
Dengan demikian, fenomena maraknya akun anonym, perlu adanya kajian lebih lanjut dan tindakan yang tepat guna memahami dan mengatasi potensi dampak negatif dari aktivitas buzzer politik di era digital ini. (SITI AMINAH)