Lampung Utara – LHI
Dengan dilimpahkannya berkas perkara Fran Klin dari Polres ke kejaksaan Negeri Kotabumi, salahsatu wartawan di Kabupaten Lampung Utara itu yang mana, dalam waktu dekat ini kemungkinan akan disidangkan atas tuduhan pelanggaran Pasal 170 KUHPidana. Hal itu terindikasi berdampak Kemerdekaan Insan Pers di terbelenggu. Kamis 9 Mei 2024.
Kabar akan disidangkannya perkara itu, pada Kamis 17 Mei 2024 minggu depan, di Pengadilan Negeri Lampung Utara. Dengan nomor perkara 87/Pid.B/2024/PN.Ktb.
Singkat diceritakan wartawan itu, pada pristiwa yang dirinya saat meliput ikut di bawa-bawa, hingga menjadi tersangka kemudian akan disidangkan.
Pada tanggal 29 Agustus tahun 2023 lalu, kedatangan Wartawan di lokasi kebun tebu, di Dusun Dorowati Desa Penagan Ratu Kecamatan Abung Timur Kabupaten Lampung Utara Fran datang, kedua belah pihak antara warga adat dan security sudah beradu argumen.
Agus Kristian Hulu bersama dua security lainnya dan dari pihak warga adat, Puncak bersama 4 orang lain berada di sebuah pos perkebunan.
Terdengar dari perkataan keduanya, mengenai persolan patok tanah. Kemudian jurnalis yang bersangkutan langsung mendokumentasikan mengambil gambar vidio sebagai bahan pemberitaan.
Wartawan itu menerangkan, usai dirinya melakukan tugas, dengan merasa adu argumen yang terjadi sudah mereda, ia pergi meninggalkan kedua belah pihak tersebut.
Menurutnya, pada saat ia masih berada di lokasi, dirinya tidak melihat adanya kontak fisik. Baik dari pihak Agus Kristian Hulu atau ke lima masyarakat adat yang di maksud dengan bukti vidio yang ia punya.”Setelah itu, saya pergi mengendarai motor saya sendiri tidak jauh dari lokasi, saya berhenti disebuah rumah perkebunan milik masyarakat adat itu.
Tidak berselang lama, kelimanya juga datang kerumah itu yang berada di perkebunan jeruk. Kemudian saya berniat mengkonfirmasi ulang penyebab dari kedua belah pihak tersebut, atas adu argumen yang terjadi sebenarnya.
Namun salah satu pemuda yang di ketahui bernama Ari, langsung menceritakan hal lain. Ia mengatakan setelah saya (wartawan) pergi, dirinya dan Agus Kristian Hulu terjadi aksi saling tampar.
Yang mana menurutnya, Agus telah menampar wajahnya terlebih dahulu, kemudian ia membalas tamparan itu” ungkap Fran memperagakan keterangan narasumber.
Singkat kejadian itu, lanjut Fran. Sudah saya tuangkan kedalam karya Jurnalistik dan saya ada vidionya.
Pada malam harinya informasi yang didapat, Agus Kristian Hulu yang beradu argumen dengan warga adat ternyata adalah seorang Angkatan Laut aktip.
Lantaran masyarakat adat ingin melaporkan kejadian itu ke Polsek Abung Timur, namun terungkap, Agus yang mengenakan baju biasa, adalah anggota militer lalu laporan di tolak.
Masih kata Fran, Dimalam yang sama Kemudian beredar di group WhatsApp, pihak Agus juga melakukan visum dan melapor langsung ke Polres Lampung Utara dengan beredar rilisan hasil visum dan foto-foto.
Lantaran tempat laporan yang kurang tepat, warga adat yang semula ingin melapor ke polsek, namun menunda esok harinya untuk berangkat ke provinsi Lampung menuju POMAL guna melaporkan kejadian itu ke Polisi Militer.
Singkat dikatakan Wartawan itu, menanggapi laporan Agus Kristian Hulu dengan membawa dua orang saksi yang juga sebagai temannya dalam pristiwa itu. Polres Lampung Utara melalui kasat Reskrim dan jajarannya, melakukan gelar perkara ke pada 5 orang warga adat.
“Pada saat gelar perkara, saya belum di panggil pihak polres. Karena warga adat menerangkan dan tahu, saya di situ adalah sebagai wartawan yang mana kepentingannya hanya meliput lalu pergi terlebih dahulu, sebelum adanya kontak fisik antara Ari dan Agus Kristian Hulu.
Setelah itu, pada tanggal 18 Oktober tahun 2023, saya di panggil sebagai saksi melalui surat yang di tandatangani Kasatreskrim Stefanus Boyoh. Dengan nomor surat S.pgl/366/X/2023/Reskrim untuk di periksa.
Saya hadir didampingi Dr. Suwardi sebagai tim kuasa hukum. Saya sudah sampaikan ke penyidik, agar melalui proses Dewan Pers di pusat dan pemberitahuan pada organisasi-organisasi pers di Lampung Utara sebelum saya di periksa. Karena dalam persoalan itu saya bertugas sebagai wartawan, terlebih saya tidak berada di lokasi pada saat adanya keributan fisik kedua belah pihak.
Namun saya masih tetap di periksa, yang mana langsung saya jelaskan dalam pemeriksaan itu kronologi kejadian. Saya tunjukkan vidio yang saya punya kemudian apa yang di tuduhkan pada saya, bahwa terlibat melakukan pengeroyokan pada Agus Kristian Hulu itu, saya sangkal dan saya jelaskan dan tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Kemudian pada tanggal 31 Oktober saya di kirimi surat pemberitahuan sebagai tersangka yang juga di tandatangani Kasatreskrim Polres Lampung Utara.
Pada tanggal 21 Desember, karena viral dan atas permintaan dari saya Wartawan, saya meminta di laksanakan Rekonstruksi. Namun rekonstruksi yang di gelar terdapat dua versi, yakni versi pelapor dan terlapor.
Pada rekonstruksi itu, terdapat banyak adegan yang janggalan sehingga menurut saya tidak sesuai seperti apa yang ada pada vidio yang saya punya. Kemudian saya di perintahkan penyidik untuk terus mengikuti adegan yang di inginkan pelapor dan saksi pelapor, dalam hal itu walaupun saya tidak pernah melakukan apa yang di peragakan, terlebih di perkuat keterangan lima orang warga adat lainnya.
Masih sebagai tersangka hingga sekarang. Sejak tanggal 6 November 2023, saya melaksanakan Wajib Melaporkan Diri (Wajib lapor) di polres Lampung Utara.
Kemudian pada tanggal 7 April 2024 kelima warga adat berikut wartawan yang ikut tertuduh, disurati kembali oleh Polres Lampung Utara untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kotabumi.
Kini diketahui berkas perkara itu, telah sampai ke Pengadilan Negeri Kotabumi untuk di sidangkan.
Sebelumya terkait proses perkara itu di polres Lampung Utara, yang menjadi janggal atas penetapan tersangkanya Wartawan. Terdapat beberapa poin diantaranya.
1. Rekonstruksi terdapat dua versi, lantas mengapa versi pihak pelapor yang diduga di gunakan. Sehingga warga adat bahkan sampai Wartawan tetap menjadi tersangka.
2. Kehadiran wartawan di lokasi kejadian, merupakan bertugas sebagai Pers dan menjalankan kode etik. Semestinya harus melalui izin Dewan Pers dan organisasi-organisasi Pers di Lampung Utara.
3. Petunjuk digital, lantas petunjuk digital mana yang digunakan untuk menganalisa kasus tersebut. Karena di vidio yang ada, baik dari pihak pelapor dan vidio yang di miliki wartawan. Disana tidak terdapat adanya indikasi adu fisik, yang menyatakan wartawan melakukan hal yang di tuduhkan.
4. Kemudian, dikatakan Stefanus Boyoh dalam berita rilisnya. Bahwa prosedur langkah yang telah ia ambil, sehingga wartawan ditetapkan sebagai tersangka, sudah berdasarkan penyidikan dan alat bukti lengkap. Atas hal itu menjadi soal, bahwa penyidikan apa dan alat bukti apa yang menguatkan.
Karena saksi-saksi dari pihak pelapor merupakan saksi-saksi yang tidak netral. Karena bisa saja diduga penuh dengan rekayasa.
Seperti yang disampaikan Ketua YLBH KUTUB Andhes Tan S,SH, MH. terkait perkara yang tengah viral di masyarakat yaitu kontradiksi alat bukti keterangan saksi satu dan yang lainnya saling bertentangan.
“Seharusnya penyidik lebih hati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka terlebih itu adalah insan pers. Karena secara aturan pers dilindungi undang-undang dan memahami kode etik dan batasan dalam melakukan peliputan. Terkait adanya kontradiksi keterangan saksi satu dan yang lain harusnya penyidik dengan instingnya berkesimpulan bahwa sudah dapat dipastikan, diantara kesaksian tersebut ada yang berbohong maka disitulah kewajiban penyidik menghadirkan ahli psikolog forensik dan lie ditector diterapkan.Dengan begitu fakta-fakta akan terungkap dan keadilan bisa dirasakan oleh masyarakat, karena bukti, itu harus lebih terang dari cahaya, tidak bisa remang- remang”. ujarnya saat memberikan tanggapan.
Kini diketahui viralnya peristiwa wartawan meliput kemudian jadi tersangka, hingga akan diadili di pengadilan menjadi sorotan para penggiat jurnalistik di seluruh Indonesia. (NOPRI)****