‘
“PADA suatu hari Saat Kyai Abdul Jalil Kudus bertamu kerumah muridnya. Setelah duduk beberapa saat sambil memandangi Gambar-gambar yang menempel di dinding, beliau memarahi muridnya.lalu Beliau berkata : ‘Turunkan Gambar-gambar ini!’
Padahal Gambar-gambar tersebut adalah lukisan Sayyidina Ali bin abi tholib, Sayyidina Hasan, Sayyidina Husein, Al imam Ghazali, Syekh Abdul Qodir Al-jaelani dan gambar Wali songo.
Lantas gambar itu pun diturunkan, Kemudian beliau berkata: “Lebih baik engkau pasang gambar Guru-gurumu, ulama-ulama sekarang dan Habaib yang engkau kenali sehingga engkau bisa Rabithah kepadanya.’
Lantas ditanyakanlah hal tersebut kepada Maulana Habib Luthfi, bagaimana halnya dengan Gambar-gambar tersebut, yang Kiyai Abdul Jalil menyuruh menurunkannya?
Dan apa arti ucapan Rabithah?
Maulana Habib Luthfi menjawab: “apa yang dilakukan Kyai Abdul Jalil tidak lain adalah karena sayangnya seorang guru kepada muridnya dan untuk mengarahkan agar tidak menyimpang dalam memahami sesuatu.
Gambar seperti Imam Ghazali, misalnya dikhawatirkan gambar itu hanya imajinasi pelukisnya. Imam Ghazali hidup pada 800 tahun yang lalu bahkan lebih. Kemudian Gambar-gambar seperti wali songo, itupun pelukisnya sendiri tidak menjumpai dan mengalami kehidupan mereka, sehingga gambar itu bisa saja diambil dari imajinasi.
Maka Guru atau ulama yang mengetahui akan hal itu menekankan, lebih baik memasang gambar atau Foto yang jelas kebenarannya, yang mana banyak orang menyaksikan dan mengalami kehidupan mereka. Ketika memandang foto-foto mereka, kita tidak akan terpengaruh khayaliyah si pelukis, karena saksi hidup dan potret itu sendiri sudah banyak disaksikan oleh orang-orang yang hidup sezaman dengan mereka. Nah, agar tidak terpengaruh khayaliyah itulah, para kiyai sepuh lebih banyak menekankan agar murid-muridnya memasang Gambar dan Foto tersebut.
Jadi melihat gambar yang belum dapat dipastikan benar atau tidak wajah-wajah mereka, karena pada zaman mereka belum ada teknologi fotografi.
Adapun kata Rabithah artinya adalah ‘Menyatu’. Yang menyatu bukannya ruhnya, bukan pula fisiknya, akan tetapi menyatu dengan lembaran-lembaran akhlak budi pekerti mereka dan cara mereka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Itulah makna kata “Rabithah” kepada mereka. Selanjutnya dengan Rabithah kita tersebut, maka kita dapat bercermin dengan segala panutan dan teladan yang ada pada diri mereka.
Ada seseorang berkata pada Pangersa Abah Aos “maaf Abah saya hanya baru bisa Rabithah kepada Abah, Abah Aos menjawab” tidak apa yang penting jaga Rabithah kepada Allah SWT dengan Zikir Qolbu.
Demikianlah penjelasan Maulana Habib Luthfi tentang makna Gambar Ulama terdahulu dan Rabithah.
Semoga Bermanfaat .
Sumber ;Yai Muhtadi – As Sanad Kudus
Al Fatihah….