BANDUNG – Kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan janji akan mendapatkan keuntungan dalam proses pengurusan lahan milik ahli waris Wilhem Abraham (WA) Baron Baud, yang terkena proyek pembangunan Tol Cisumdawu yang terjadi pada tahun 2013, yang menyebabkan kerugian bagi ES, warga Karawang, hingga mencapai ± Rp.25 miliar saat ini masih bergulir di meja penyidik Unit IV, Subdit III, Dit Reskrimum Polda Jawa Barat. Kasus ini pertama kali dilaporkan ES pada 23 Maret 2021 dengan terlapor R.E dkk. (2/12/2023).
Berdasarkan dokumen yang dihimpun dari berbagai sumber, berikut perjalanan perkara yang teregister dalam laporan polisi bernomor : LP B/322/III/2021/JABAR : (informasi ini terbatas, dan tidak menggambarkan penanganan perkara oleh kepolisian)
■ Tanggal 31 Maret 2021, Terbit Surat Perintah Penyelidikan, Nomor : Sp. Lidik/189/III/HUK.6.6/2021/Ditreskrimum. Pada hari yang sama pelapor ES juga menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan nomor : B/325/III/2021/Dit Reskrim Um yang berisi pemberitahuan penunjukan penyelidik dan penyelidik pembantu
■ Tanggal 18 April 2021, pelapor ES menerima surat dari Dit Reskrimum Polda Jawa Barat perihal Undangan Klarifikasi Dalam Rangka Penyelidikan, dan diminta hadir pada 20 April 2021 di Ruang Unit IV, Subdit III.
■ Tanggal 25 September 2022, penyelidik menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan, nomor : B/899/IX/2022/Ditreskrimum, yang disampaikan kepada pelapor ES. Dalam surat ini juga disampaikan penyelidik telah melakukan interview terhadap 8 orang saksi, diantaranya : 1. ES (pelapor) 2. DW 3. RH 4. HR 5. BRB 6. BS 7. R.E (terlapor) 8. DS (BPN Kabupaten Sumedang). Selain itu penyelidik juga menyampaikan telah dua kali mengirimkan undangan klarifikasi terhadap saksi RR, namun yang bersangkutan tidak hadir karena sakit, kondisi inilah yang menjadi hambatan bagi penyelidik.
■ Tanggal 18 April 2023, pelapor ES menerima surat undangan klarifikasi dalam rangka konfrontasi, dan diminta hadir pada Kamis, 4 Mei 2023 di Ruang Unit III, Subdit III, Dit Reskrimum, Polda Jabar.
■ Tanggal 28 Juli 2023, terbit Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP Sidik/282/VII/2023/Ditreskrimum, kemudian disampaikan juga Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, Nomor : SPDP/154/VII/2023/Ditreskrimum. Pelapor ES juga menerima surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan, Nomor : B/752/VII/2023/Ditreskrimum, serta Surat Tembusan Nomor : B/154/VII/2023/Ditreskrimum Perihal Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atas nama terlapor R.E dkk.
■ Tanggal 8 Agustus 2023, terbit surat panggilan kepada pelapor ES untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana.
■ Tanggal 27 September 2023, pelapor ES menerima surat dari Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Nomor : B/1127/VII/2023/Ditreskrimum Perihal Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan.
■ Tanggal 31 Oktober 2023, pelapor ES menerima surat nomor : B/1290/X/2023/Ditreskrimum, perihal Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan. Dalam surat ini juga dijelaskan penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, antara lain : ES (pelapor), FN, HR, BS, RH, BRB, R, U, NASS (Staff BPN Kabupaten Sumedang) serta RR. Selain itu, penyidik juga telah mengirimkan surat permohonan data dan informasi serta untuk menghadirkan staf, kepada Kantor BPHN Kemenkumham, Kanwil ATR/BPN Provinsi Jawa Barat dan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) untuk persetujuan pemeriksaan saksi notaris DW.
Sementara itu, penyidik Unit IV Subdit III Ditreskrimum Polda Jabar, ketika ditanyakan terkait perkembangan terkini kasus dugaan penipuan dan penggelapan ini, mengaku tidak dapat memberikan informasi kepada awak media, dengan alasan kewenangan serta menjaga proses penyidikan.
“Ini kan masih dalam proses penyidikan, kami juga masih menjaga asas praduga tak bersalah, dan saya hanya pelaksana, tidak berwenang, silahkan ditanyakan ke pimpinan, karena memang tidak ada arahan untuk menjelaskan ke media,” kata Iptu DJ dan Briptu RI, yang dihubungi terpisah, Rabu (29/11/2023).
Hingga berita ini tayang, awak media masih terus berupaya mendapatkan informasi langsung dari Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, mengenai proses penanganan perkara ini.
Tertipu Modus Ganti Rugi Lahan Tol Cisumdawu
Polemik atas tanah peninggalan juragan perkebunan asal Belanda Wilhem Abraham (WA) Baron Baud, yang membentang luas di wilayah Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, inilah yang menyeret ES, dalam kerugian hingga puluhan miliar.
Keyakinan ES saat itu, kepada R.E, yang seorang mantan jaksa yang mendapatkan kuasa dari ahli waris keturunan Bangin bin Moetakin, yang bernasab dari jalur Antjiah, istri Baron Baud yang asal Indonesia, apalagi R.E cs memegang bukti hak alas tanah berupa Eigendom Verponding Nomor 3 AAN W.A. Baron Baud, selain itu sosok yang meyakinkan adalah WU dan DW, notaris yang merangkap sebagai tim, proporsi anggota ini lah yang membuat ES kian hanyut dalam kelompok ini.
“Saat itu, saya seperti maju kena mundur kena, begitu kondisinya,” tutur ES, menceritakan saat-saat R.E cs mangkir dari kesepakatan, sebagaimana klausul dalam perjanjian nomor 39 yang diteken di hadapan notaris DW pada 24 September 2013.
ES, saat itu tidak mungkin mundur, karena ia kadung mengirimkan uang senilai Rp20 miliar yang disimpan dalam rekening bersama DW, WN dan R.E, untuk pengurusan lahan ahli waris WA Baron Baud yang terkena proyek pembangunan Tol Cisumdawu di Jatinangor, Sumedang. Saat itu, jika mengacu pada perjanjian, ES seharusnya mendapatkan keuntungan dari Rp20 miliar yang ia berikan, selambatnya pada 1 Januari 2014.
“Pada akhirnya tidak ada yang terealisasi sebagaimana perjanjian nomor 39, apalagi di lokasi nyatanya banyak lahan yang sudah bersertifikat, jadi saya merasa tertipu karena tidak disampaikan di awal, masalah pun semakin keruh ketika penetapan ahli waris keturunan Bangin bin Moetakin juga dipersoalkan pihak yang juga mengklaim sebagai ahli waris WA Baron Baud,” ungkap ES.
Saat itu, gugatan demi gugatan terhadap ahli waris Bangin bin Moetakin pun harus ikut dilalui ES, bahkan dalam perjalanannya RR cs, salah satu ahli waris Bangin bin Moetakin, meminta tambahan uang lagi sebanyak Rp5,5 miliar kepada ES, permintaan ini dengan dalih untuk keperluan pencairan pembebasan tol di Kementerian PUPR, saat itu ES memberikan uang ini secara bertahap, dari tahun 2014 hingga 2016, namun sekali lagi janji ini mangkir, sehingga pada tahun 2017, ES melakukan gugatan namun kalah, sementara tidak ada pertanggungjawaban dari pihak RR, R.E, DW dan WU terhadap penggunaan uang ES. Puncaknya, pada tahun 2021, ES melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan yang dialami nya ini ke Polda Jawa Barat, yang kasusnya bergulir hingga saat ini.
“Ketika dikonfrontir semuanya di Polda Jabar, baru ada pengakuan, uang yang saya berikan, alih-alih untuk urusan pekerjaan, malah ada yang dipakai untuk membeli mobil, motor, perbaikan rumah dan lain sebagainya. Ini kan jelas penipuan dan penggelapan namanya. Jadi laporan uang itu keluar memang saya tahu, tapi penggunaan yang sebenarnya kan saya tidak tahu. Saya sudah terlalu sabar dengan mereka (R.E. cs),” kata ES.
Kini, ES berharap kepada penyidik Polda Jabar untuk secepatnya menyelesaikan kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan R.E. Cs kepada dirinya. (TIM)***