Uncategorized

Pokmaswas Konta Mina Batukaras Gelar Pelatihan Konservasi Sadar Mitigasi Bencana Laut dan Pesisir

2
×

Pokmaswas Konta Mina Batukaras Gelar Pelatihan Konservasi Sadar Mitigasi Bencana Laut dan Pesisir

Sebarkan artikel ini
Pokmaswas Konta Mina Batukaras Gelar Pelatihan Konservasi Sadar Mitigasi Bencana Laut dan Pesisir

Parigi (02/08/2023) – Kelompok Masyarakat Pengawas Perikanan (POKMASWAS) KONTA MINA Batukaras mengadakan pelatihan dengan tema “Mengenal Bencana Laut Pesisir dan Upaya Mitigasinya”. Pelatihan ini diadakan di Balai Dusun Sanghiangkalang, Batukaras  

Kegiatan ini berdasarkan dukungan kerjasama dari PURISKEL, PIAMARI, BPPSDM-KP, KKP dan juga dukungan Instruktur Kelautan dari Loka Riset Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP) yang merupakan pelatihan lanjutan dari Pelatihan Sadar Bencana Pesisir dan Laut yang telah diadakan pada tanggal 28 s.d. 20 Maret 2023.

Instruktur LRSDKP dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Guntur Adhi Rahmawan, S.T., M.Si. sebagai narasumber menyampaikan kepada kelompok masyarakat dan perwakilan instansi yang hadir, mengenai pengenalan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut. Pesisir merupakan daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut (Triatmodjo, 1999). Dimana pesisir menyimpan potensi sumber daya dan juga bencana yang dapat menggangu dan merusak kehidupan yang ada di pesisir.

Interaksi pesisir dan laut dapat dilihat pada tanaman mangrove, lamun dan terumbu karang. Mangrove dapat ditanam dan tumbuh pada jenis pantai yang berlumpur. Tanaman ini dapat mengendapkan nutrient ke arah laut dan menyaring air. Lalu bergeser ke arah laut, terdapat lamun yang berbentuk seperti kumpulan rerumputan yang ada di bawah air laut. Lamun dapat mengendapkan sedimen dan menyaring air menjadi lebih jernih. Kemudian yang terakhir merupakan terumbu karang yang hidup di perairan yang jernih dan kaya akan nutrient.

Ketiga ekosistem ini dapat menahan gelombang laut yang datang ke daratan. Sehingga apabila salah satu dari ketiga ekosistem ini rusak maka akan berdampak pada tingginya gelombang laut yang datang. Oleh karena itu, pengelolaan wilayah pesisir sangat penting untuk dilakukan dalam rangka melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan dan memperkaya sumber daya pesisir serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan dan terjaga kelestariannya.

Perlu diketahui oleh masyarakat bahwa terdapat Garis Sempadan Pantai yang merupakan batas wilayah pantai yang tidak boleh dimanfaatkan untuk lahan budidaya atau untuk didirikan bangunan. Sempadan Pantai ini lebarnya proporsional sesuai dengan bentuk fisik pantai dengan jarak 100meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Selengkapnya tentang aturan batas sempadan pantai telah tertuang pada Undang-Undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Dengan adanya pengelolaan wilayah pesisir ini maka akan meminimalisir dampak bencana pesisir seperti, abrasi, tsunami, banjir rob ataupun gumuk pasir.

Wisnu Arya Gemilang, S.T., M.T. selaku narasumber kedua dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menyampaikan upaya mitigasi bencana pesisir yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang berada di pesisir salah satunya adalah abrasi. Abrasi yang merupakan proses alam berupa pengikisan tanah di daerah pesisir pantai yang disebabkan oleh ombak dan arus laut yang sifatnya merusak ini disebabkan oleh 2 faktor yakni faktor alam dan faktor manusia.

Pasang surut air laut menjadi faktor alam utama yang menjadi penyebab terjadinya abrasi, selain itu ativitas gelombang, kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim, struktur geologi dan geomorfologi pesisir dan tunggang muka air laut dapat menjadi faktor terjadinya abrasi. Di sisi lain faktor manusia berperan besar pula dalam terjadinya abrasi, adanya penebangan mangrove dan penambangan pasir laut secara besar-besaran  menjadi penyebabnya abrasi. Namun, abrasi tentu dapat ditanggulangi dengan berbagai cara diantaranya;

Menanam pohon mangrove sebagai penahan gelombang dan arus laut; Memelihara terumbu karang sebagai pemecah ombak; Melarang penambangan pasir yang merusak; Melarang pengambilan bongkahan terumbu karang yang sudah mati di pesisir pantai yang berfungsi sebagai peredam gelombang; dan Membangun infrastruktur pelindung pantai sebagi peredam energi gelombang (absorver).

Selain abrasi, beliau juga menyampaikan bahwa tsunami menjadi potensi bencana pesisir yang ditakuti oleh masyarakat. Akan tetapi, jika masyarakat telah memahami upaya mitigasi bila terjadi bencana tsunami, maka hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Berikut ini merupakan upaya mitigasi bencana tsunami yang disampaikan untuk dapat diikuti oleh masyarakat khususnya yang berada di daerah pesisir.

Saat Pra Bencana atau sebelum adanya bencana tsunami ini, pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami atau Early Warning System (EWS) dapat dilakukan dalam rangka memberikan peringatan kepada masyarakat sekitar pesisir apabila akan terjadi tsunami. Selain itu, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang tsunami sangatlah penting seperti mengadakan pelatihan pengenalan bencana pesisir dan upaya mitigasinya seperti kegiata tersebut.

Saat terjadi bencana, pada umumnya di Indonesia tsunami akan didahului oleh gempabumi besar dan surutnya air laut, maka masyarkat dapat melihat surut tidaknya air laut bila terjadi gempabumi untuk mengetahui akan terjadi tsunami atau tidak. Selain itu, terdapat selang waktu sekitar 40 menit antara gempabumi dan terjadinya tsunami. Masyarakat dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk mengenal potensi terjadinya potensi tsunami, menyelematkan diri serta melaporkan tanda-tanda akan terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang maupun instansi terkait.

Setelah terjadi bencan tsunami, pembangunan tempat evakuasi (shelter) di sekitar daerah pemukiman serta upaya lain seperti penanaman mangrove, pembangunan tembok penahan tsunami dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak yang terjadi saat bencana di kemudian hari.

Dengan adanya pelatihan ini, masyarakat pesisir khususnya di Kabupaten Pangandaran saat ini lebih siap dan memahami tindakan apa saja yang harus dilakukan dalam menjaga ekosistem pesisir serta upaya mitigasi bila terjadi bencana. Selain itu, masyarakat dapat memberikan pemahaman kepada wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Pangandaran apabila terjadi bencana sehingga wisatawan merasa aman dan nyaman untuk berwisata ke Pangandaran. (SUNAR/ Timkinfo Pnd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *