Catatan: Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn
PUBLIK dikejutkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi [MK]. Pagi dibacakan bahwa MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres/Cawapres di bawah 40 tahun. Ternyata sore hari nya, putusan berubah dapat membolehkan kepala Daerah dapat ajukan sebagai Capres/cawapres. Artinya: Gibran di tolak pada usia di bawah 40 tahun. Tapi disetujui pada posisi sebagai Kepala Daerah. Dan oleh karena nya Gibran dapat lolos sebagai Capres/cawapres pada 2024.
Ada desain terstruktur, sistematis, dan masif dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat batas usia capres dan calon wakil presiden. Putusan MK ini merupakan permainan politik tingkat tinggi, institusi hukum masih bisa dikendalikan oleh kekuasaan. Benar-benar memalukan.
Mahkamah Konstitusi yang isinya diawaki Profesor dan Doktor Hukum ternyata masih juga belum menjadi satu jaminan untuk mengedepankan kebenaran Hukum.
Putusan perkara permohonan perubahan usia capres dan cawapres yang di mohonkan oleh beberapa pihak yang hingga hari putusan berlangsung tidak begitu jelas kepentingan publiknya dalam gugutan judicial review tersebut. Juga dalam putusan nya yang di nahkodai oleh ketua MK Anwar Usman, terjadi putusan dengan mengedepankan pembenaran hukum.
Hal ini membuat Prof Saldi Irsal salah satu komisionar hakim MK bingung tujuh keliling karena dalam waktu sekelebat putusan dengan petitum yang sama dapat berubah setelah ketua MK Usman mengikuti rapat pembahasan.
Jelas dan terang kewenagan MK telah di atur oleh UUD 1945 hanya ada empat kewenangan diantaranya membubarkan partai politik dan sengketa pemilu. Bukan membuat norma hukum baru.
Saya juga bingung sebagai orang Hukum dengan kontradiktif yang terjadi di tubuh MK, apa lagi masyarakat umum, dalam menjalankan tupoksinya yang mengedepankan pembenaran dari pada kebenaran aturan Hukum.
Hal ini patutnya tidak terjadi di lembaga hukum yang memiliki putusan kuat mengikat tidak ada upaya hukum lain dan putusan nya wajib dilaksanakan, tetapi kita jangan lupa di dunia ini ada Hukum Tuhan yang tertinggi kita lihat dan saksikan bersama semoga Tuhan lah yang akan memberi keadilan Hukum bagi yang melakukan kesewengan-wenangan dalam menjalankan amanah.
Keputusan MK yang tidak independen, dan hanya mengedepankan dan mengakomodir kepentingan kelompok tertentu, merupakan tragedi demokrasi. Memalukan, memilukan, dan memuakkan.(***