Pangandaran NUANSA POST – Forum Peduli Sempadan Pantai Cikembulan ( FPSPC) masih terus berupaya menyelamatkan wilayah pesisir pantai aset Desa Cikembulan di mana lokasi tersebut sebagian besar telah berdiri dan dikelilingi tembok pembatas dan bangunan tak berijin. Kamis (19/09/2024).
Kendati segala jenis kegiatan pekerjaan bangunan di wilayah Cikembulan pass telah diberhentikan oleh Satpol PP, namun menurut warga sering melihat adanya orang beraktivitas layaknya penjagaan di area milik pribadi.
Suryatna S.Pd (Ujang Oot) salah seorang warga Desa Cikembulan, yang juga tokoh masyarakat mengatakan, Jika bangunan tersebut sebagai bentuk dukungannya investor untuk kepentingan daerah Kabupaten Pangandaran seharusnya setelah segala bentuk kegiatannya diberhentikan, dan portalnya ditiadakan maka area tersebut seharusnya menjadi areal terbuka untuk umum.
Setelah adanya tindak lanjut dengan diberhentikan pekerjaan itu oleh Bupati, maka Satpol-PP dan DPRD dengan fungsi pengawasannya harus mengawal, sebagai tindak lanjut dari pemberhentian pekerjaan .”Sementara dengan adanya orang yang diduga melakukan penjagaan di lokasi tersebut, sepertinya ini adalah klaim tanah tersebut adalah milik T “kata oot”.
Pihaknya pun bersama FPSPC mengucapkan terima kasih kepada Bupati Pangandaran yang telah mendukung keinginan warga masyarakat Desa Cikembulan, selanjutnya kegiatan upaya penyelamatan wilayah pesisir pantai aset Desa Cikembulan akan terus di upayakan.
“Pada intinya pembangunan di areal tersebut telah ditemukan pelanggaran, dengan adanya kegiatan sekecil apapun di lokasi itu tentu akan berpotensi menimbulkan gangguan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sekitar “jelas Oot”.
“Terakhir kami memberikan masukan antara lain menghentikan seluruh kegiatan Pembangunan dan membongkar portal artinya agar supaya terbuka akses untuk ruang umum, dan Bupati sendiri mengatakan
Agar pemilik bangunan menghindari terjadinya permasalahan yang timbul akibat pembangunan tersebut secara bijaksana dan terstruktur guna menghindari sengketa dan konflik lingkungan”
”Pada faktanya ,Saung Seni Pantai Cikembulan yang kami buat untuk menghiasi pantai dengan tidak menghilangkan nilai keasriannya dengan tetap menjaga Hutan pantai sebagai nilai kelestarian pantai itu sendiri ,namun justru di anggap oleh oknum pengusaha sebagai saung Uka-uka dan di jadikan tempat mesum.
Hal ini jelas timbul dari konflik lingkungan yang kepentingan pribadi nya merasa terhambat,, padahal dia telah mendirikan bangunan di pesisir pantai tanpa menempuh proses perizinan dengan baik dan benar “ujarnya“. (EL)