Oleh: Acep Sutrisna (Analis Politik Tasik Utara)
HINGGA pertengahan Maret 2025, Pemerintah Indonesia belum juga merilis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun yang sama. Ketidakterbukaan ini menimbulkan tanda tanya besar: apa yang sebenarnya terjadi di balik layar kebijakan fiskal negara? Apakah ini pertanda bahwa krisis keuangan yang selama ini diwaspadai semakin nyata?
Sebagai seorang analis ekonomi dan keuangan publik, saya melihat keterlambatan ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan indikasi serius dari potensi krisis fiskal yang mengancam stabilitas ekonomi Indonesia. Mari kita telusuri lebih dalam.
Ketidakterbukaan APBN 2025: Apa yang Disembunyikan?
APBN adalah dokumen vital yang mencerminkan kesehatan keuangan negara. Tanpa rilis resmi, publik tidak memiliki akses terhadap informasi krusial seperti:
1. Rincian Penerimaan Perpajakan: Selain PPN dan PPh, jenis pajak lain seperti pajak karbon atau pajak digital belum diungkapkan. Padahal, penerimaan pajak adalah tulang punggung APBN, menyumbang sekitar 80% dari total pendapatan negara.
2.Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Cukai, laba BUMN, dan sumber PNBP lainnya masih menjadi misteri. Padahal, BUMN seperti Pertamina dan PLN sering menjadi penyumbang utama PNBP.
3. Belanja Kementerian/Lembaga: Alokasi dana untuk 10 kementerian/lembaga terbesar belum terlihat. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah ada penghematan drastis atau justru pemborosan yang disembunyikan?
4. Jenis Pengeluaran: Belanja pegawai, barang, modal, dan pembayaran utang belum dirinci. Padahal, belanja modal untuk infrastruktur dan pembayaran utang adalah indikator kunci kesehatan fiskal.
5. Transfer ke Daerah: Dana desa dan alokasi untuk pemerintah daerah belum jelas. Ini berpotensi mengganggu pelayanan publik di tingkat lokal.
6. Pembiayaan Utang: Surat Berharga Negara (SBN) dan instrumen utang lainnya belum diungkapkan. Padahal, utang Indonesia telah mencapai Rp8.000 triliun pada akhir 2024.
7. Posisi Utang Akhir 2024: Detail pinjaman dan SBN yang masih berjalan belum dipublikasikan. Ini menimbulkan kekhawatiran akan kemampuan negara membayar utang.
Dampak terhadap Perekonomian: Krisis di Depan Mata?
Ketidakterbukaan APBN 2025 bukan hanya masalah transparansi, tetapi juga ancaman serius bagi perekonomian. Berikut beberapa dampak yang mungkin terjadi:
1. *Ketidakpastian Pasar*: Investor asing dan domestik akan enggan menanamkan modal jika kebijakan fiskal tidak jelas. Ini bisa memicu pelarian modal (capital outflow) dan melemahkan nilai tukar rupiah.
2. Gangguan Pelayanan Publik: Tanpa alokasi dana yang jelas, program-program pemerintah seperti bantuan sosial, kesehatan, dan pendidikan bisa terhambat.
3. Peningkatan Utang: Jika penerimaan negara tidak memadai, Pemerintah mungkin akan menambah utang. Ini berpotensi meningkatkan rasio utang terhadap PDB, yang sudah mendekati batas aman 40%.
4. Inflasi dan Stagflasi: Ketidakmampuan mengelola fiskal bisa memicu inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan (stagflasi), seperti yang terjadi di beberapa negara Amerika Latin.
Mengapa Ini Terjadi? Kemungkinan Penyebab Keterlambatan
Ada beberapa kemungkinan penyebab keterlambatan rilis APBN 2025:
- Ketidakmampuan Menyusun Anggaran: Pemerintah mungkin kesulitan menyeimbangkan pendapatan dan belanja, terutama di tengah tekanan ekonomi global.
- Konflik Internal: Bisa saja terjadi perdebatan sengit antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan lembaga lain terkait prioritas anggaran.
- Krisis Keuangan yang Sudah Terjadi: Keterlambatan ini mungkin adalah upaya Pemerintah untuk menutupi defisit anggaran atau ketidakmampuan membayar utang.
Sejarah Mengajarkan Kita: Krisis 1998 Bisa Terulang
Indonesia pernah mengalami krisis keuangan hebat pada 1998, yang dipicu oleh ketidakmampuan mengelola utang dan defisit anggaran. Saat itu, ketidakterbukaan informasi memperparah krisis, memicu kepanikan pasar dan kehancuran ekonomi. Apakah kita sedang menuju ke arah yang sama?
Langkah yang Harus Diambil
Untuk menghindari krisis yang lebih dalam, Pemerintah harus segera:
- Merilis APBN 2025 Secara Transparan: Publik berhak tahu rincian anggaran negara. Transparansi adalah kunci kepercayaan.
- Mengurangi Belanja yang Tidak Prioritas: Fokus pada program-program yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
- Meningkatkan Penerimaan Negara: Optimalisasi pajak dan PNBP harus dilakukan tanpa membebani rakyat kecil.
- Mengelola Utang dengan Bijak: Hindari utang baru yang tidak produktif dan fokus pada pembayaran utang yang ada.
Pertanyaan Retoris: Apakah Kita Akan Membiarkan Ini Terjadi?
Ketidakterbukaan APBN 2025 adalah sinyal bahaya yang tidak boleh diabaikan. Apakah kita akan berdiam diri sementara krisis keuangan semakin nyata? Ataukah kita akan menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Pemerintah?
Sejarah telah membuktikan bahwa krisis keuangan bisa menghancurkan perekonomian dan kehidupan jutaan orang. Jangan biarkan kesalahan masa lalu terulang. Saatnya bertindak sebelum terlambat.(****