AdvertorialBandungBeritaDaerahJawa BaratNasionalUncategorized

“Cepot atau Raja” 100 Hari Kerja Gubernur KDM dari Saresehan Kaukus Ketokohan Jawa Barat Mengingatkan dan Memperbaiki

24

Bandung, NUANSA POST

100 hari kerja Gubernur Jabar KDM secara survey medsos memberi nilai baik 94% kemudian KDM di nilai 6% minor dalam Saresehan Kaukus Ketokohan Jawa barat bertajuk Populisme vs Profesionalisme Antara Gebrakan dan Kontroversi. “Itu baru opini saja belum menjadi kebijakan yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Jawa barat yang harus merata berkeadilan di Istimewakan sesuai visi misi KDM Jabar Istimewa” jangan sampai media sosial mengalahkan dan atau berada di atas Negara hingga merubah tatanan bernegara dan berbangsa.

Sebagai tuan rumah tempat dihelat saresehan, H. Eka Santosa mempertajamnya dengan menegaskan suara hasil sarasehan Kaukus Ketokohan Jawa Barat bersepakat bahwa semua pengaturan berbangsa bernegara dan berpemerintahan berada pada rel aturan konstitusi yang ada.

“Jadi jangan kemudian sepertinya kita dihadapkan dengan opini lewat konten padahal ada sebuah mekanisme konstitusi yang memang harus ditempuh. Media sosial dengan alam nyata itu berbeda, langkah tajam kami lebih kepada  kebijakan yang dibuat KDM-Erwan sebagai Kepala Daerah Jabar ini mana dan apa saja,” tanya Eka Santosa.

Dalam silaturahmi saresehan Kaukus Ketokohan Jawa barat di Alam Santosa yang terletak di Pasir Impun Kabupaten Bandung (30/5) melahirkan kajian dan rumusan poin – poin yang akan dipertanyakan langsung dalam waktu dekat kepada DPRD Jabar dan langsung beraudiensi dengan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.

“KDM itu Cepot atau Raja?,” Cetus Eka Santosa sambil senyum simpul guyon, ditenggarai 6%  Eka menyatakan memiliki intelektual yang jelas tegas bertujuan baik lebih kepada mengingatkan makna terkandung dalam logo Jawa Barat “Gemah Ripah Repeh Rapih”.

Di terangkan Eka, banyak pendapat yang dikemukakan selama saresehan berlangsung, diantaranya anggapan 100 hari kerja Gubernur KDM masih belum tampak dan tugas wewenang Gubernur sebagai kepanjangan tangan pemerintahan pusat dan memimpin para Kepala daerah Kota-Kabupaten di wilayahnya.

“Apa yang menjadi gagasan yang dibentangkan secara konstitusional lewat mekanisme kepemerintahan lalu parameter apa yang digunakan. Dari aspek penggunaan anggaran pun terkesan sporadis bahkan ada informasi sudah sampai 6-7 kali revisi program dan anggaran, tentu hal ini memerlukan kajian,” papar Eka.

Gelaran silaturahmi sarasehan Kaukus Ketokohan Jawa barat mendapat apresiasi dan dukungan dari berbagai kalangan diantaranya dari; aktivis, akademisi bahkan para pelaku di dunia pemerintahan baik yang pernah menjabat sebagai eksekutif maupun legislatif, tokoh – tokoh eks Gubernur, eks Wakil Gubernur, eks Bupati – eks Wakil Bupati dan lainnya.

“Apapun ceritanya Pak Dedi Mulyadi adalah Gubernur kita, kami tidak ada niatan untuk berpolitis apalagi menggulingkan kekuasaannya. Tujuan kami melainkan mengingatkan dan mengawal, kritis kami sebagai tanda peduli ka Nya’ah ka Jawa barat yang kuat akan falsafah Urang Sunda ‘silih asah silih asih silih asuh’ santun mengutamakan tatakrama tidak menimbulkan sebuah pertanyaan – pertanyaan bahkan dalam spektrum lebih luas tidak berdampak kegaduhan yang dapat menjadikan perpecahan dikalangan lapisan masyarakat.

Manfaat pembangunan harus dirasakan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Jawa barat, jangan sampai satu doa orang dibantu habis – habisan sementara sebagian besar masyarakat Jabar meneteskan air mata hanya menelan ludah meratapi pahitnya hidup yang dipertontonkan lewat medsos.

“Saling mengingatkan dan berdampak saling menerima dan menjadikan kesadaran itu tujuan kami agar Jawa barat ini jelas dan tegas arah kebijakannya ditengah peralihan efisiensi anggaran harus benar – benar tepat, akurat, dan berkeadilan. Komitmen kami jelas untuk memperbaiki Jawa barat saat ini dan mendatang bagi semua lintas generasi masyarakat se-Jabar,” pungkasnya. (RIEZCKY-AS)

Exit mobile version