PADA hari Rabu 19 Agustus 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan , terkait dugaan pemerasan pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perusahaan-perusahaan.
Noel panggilan akrab Immanuel Ebenezer Gerungan menjadi anggota kabinet Presiden Prabowo Subianto-Wapres Gibran Rakabuming Raka pertama yang kena OTT KPK. ”Ya, benar. Wamenaker IEG ditangkap di Jakarta pada Rabu (20/08/2025) malam,”jelas Budi Prasetyo, juru bicara KPK kepada awak media ,Kamis (21/08/2025) siang
Gaji selangit, fasilitas mewah, kenapa Noel Wamenaker harus memeras ?.
Duh, malang dan tragis benar hidup mu, wak Noel. Gaji besar. Fasilitas mewah. Kenapa harus memeras perusahaan di tengah ekonomi lesu. Dulu digelari si pendobrak, sekarang malah si pemeras.
Penulis sempat menemukan dan membaca 2 buah tulisan yang menarik perhatian terkait kasus OTT Noel oleh KPK.Pertama tulisan berjudul: ” Dari Jaket Ojek Lusuh Jadi Jas Istana, Berakhir Rompi KPK ” ditulis oleh OM JO pada hari Jum’at 22 Agustus 2025 sebagai berikut:
Di sebuah lorong becek Riau, awal 80-an, lahirlah bocah bernama Immanuel Ebenezer. Nama keren kayak pahlawan film, tapi realitasnya rumah bocor, lantai tanah jadi lumpur kalau hujan. Orang kampung males nyebut panjang, cukup panggil Noel.
Sejak kecil ia terbiasa dengar doa ibunya: “Ya Tuhan, cukupkanlah rezeki kami.” Itu bukan doa mewah, cuma permohonan biar dapur nggak padam. Maka Noel belajar hukum pertama hidup: kalau kau miskin, dunia ngetawainmu. Dan Noel pun balas ketawa, tapi sambil banting tulang: jadi tukang parkir, kuli, sampai ojek.
Yang paling setia menemaninya bukan sahabat, apalagi pejabat—tapi jaket hijau ojol yang lusuh. Jaket itu tahu bau keringatnya, tahu rasa hujan, tahu betapa perihnya ngopi tanpa gula cuma buat ngusir lapar.
Namun Noel tak mau selamanya jadi catatan kaki di trotoar. Ia kuliah di kampus sederhana, masuk dunia politik. Dari relawan pinggir jalan, ia sadar: politik itu kayak angkot—asal nekat lompat, bisa sampai tujuan meski tanpa tiket.
Noel bikin Jokowi Mania. Jokowi menang, dia dapat kursi komisaris BUMN. Dicopot? Biasa. Balik badan dukung Prabowo. Dicibir orang? Noel senyum: “Politik itu kayak jalan tikus, bisa belok kanan kiri, asal yakin nggak nyemplung got.”
2024, jackpot datang. Prabowo menang, Noel naik kelas: Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Dari jaket ojol ke jas istana. Dari kopi sachet ke anggur impor. Ia hampir nangis di istana sambil dalam hati bilang: “Mak, anakmu sekarang bukan buruh angkut, tapi pejabat pusat.”
Awal-awal keren. Tegur perusahaan nakal, dipuji netizen, dielu-elukan di warung kopi. Jaket lusuh masa lalu serasa berubah jadi jubah super hero.
Tapi sepuluh bulan kemudian, cerita jadi sinetron horor. Noel mabuk jabatan. Rumah mewah, rekening tambun, tanah ditimbun, mobil mewah kayak showroom. Dari kopi pahit berubah ke wine mahal. Dari jaket ojol berubah ke jas impor. Noel berubah jadi karikatur dirinya sendiri.
Lalu 20 Agustus 2025 malam, panggungnya runtuh. Blitz kamera TV menyorot wajahnya. OTT KPK menangkapnya. Mobil diseret keluar, rekening dibekukan, harta disita. Yang tersisa hanya nama hancur dan tubuhnya terbungkus rompi oranye KPK.
Di ruang penyidik ia bengong, memutar ulang perjalanan hidupnya. Dari anak lorong miskin, ke ojek jalanan, ke pejabat kementerian, hingga berakhir di jeruji besi.
“Aku cuma ingin hidup lebih baik,” gumamnya. Tapi ia akhirnya sadar: lapar masa lalu lebih bermartabat daripada kenyang yang dibeli dengan menjual integritas.
Dan di pojok ruang itu, bayangan jaket hijau lusuh masih lebih terhormat daripada jas istana maupun rompi KPK yang kini melekat di tubuhnya.
Semoga bisa menjadi pelajaran untuk kita semua …
Tulisan kedua yang tak kalah menarik berjudul ” Gaji Selangit, Fasilitas Mewah, Kenapa Noel Wamenaker Harus Memeras.” yang ditulis oleh Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar sebagai berikut:
Duh, malang dan tragis benar hidup mu, wak Noel. Gaji besar. Fasilitas mewah. Kenapa harus memerash perusahaan di tengah ekonomi lesu. Dulu digelari si pendobrak, sekarang malah si pemeras. Mari kita bedah dengan pisau psikologi, kenapa anak buah Prabowo ini sampai melacurkan diri, meletakkan kepala di comberan, siapkan lagi kopi tubruk tanpa gula, wak!
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja membuka kelas psikologi korupsi gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. Kasusnya sederhana tapi absurd. Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer alias Noel ditangkap bersama 19 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT). Modusnya? Pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pertanyaannya, kenapa pejabat tinggi dengan gaji, fasilitas, mobil dinas, sopir pribadi, sampai kursi empuk, masih tega memeras? Apakah dompetnya sepi? Apakah ATM-nya eror? Apakah e-wallet-nya tidak ada cashback lagi? Atau jangan-jangan, memeras sudah jadi kebutuhan psikologis seperti ngopi tiap pagi?
Kalau pakai kacamata psikologi, tindakan ini bisa dibaca dalam beberapa lapisan. Pertama, psikologi keserakahan. Ada teori klasik, semakin tinggi jabatan, semakin tinggi pula ekspektasi gaya hidup. Gaji menteri atau wamen yang dua digit mungkin cukup buat rakyat biasa, tapi untuk pejabat, itu terasa seperti uang jajan. Mereka butuh lebih, buat cicilan rumah mewah, buat liburan ke Swiss, buat koleksi jam tangan, bahkan sekadar untuk mempertahankan gengsi dalam grup WA pejabat. Hasilnya, pemerasan pun jadi solusi instan.
Kedua, psikologi kekuasaan. Saat seseorang duduk di kursi empuk kementerian, ia merasa dunia ada di genggamannya. Ia bisa menandatangani atau menunda, bisa meluluskan atau menggagalkan. Kekuasaan itu bikin mabuk, dan mabuk kekuasaan seringkali melahirkan kalimat sakti, “Kalau mau cepat beres, bayar dulu.” Itu bukan kalimat transaksi, tapi kalimat candu.
Ketiga, ada psikologi oportunisme. Banyak pejabat berpikir begini, “Kalau saya tidak ambil, orang lain juga akan ambil. Jadi, lebih baik saya yang ambil sekarang.” Inilah mentalitas “rebutan kue”, yang membuat pemerasan dianggap bukan dosa besar, melainkan sekadar jatah normatif.
Padahal, kita bicara sertifikasi K3, sebuah hal serius yang menyangkut nyawa pekerja. Tapi di tangan pejabat rakus, sertifikat ini diperlakukan seperti tiket konser, bisa cepat keluar asal bayar. Sungguh ngeri, keselamatan buruh dipermainkan hanya karena dompet pejabat merasa lapar.
Ironinya, Noel bukan sembarang pejabat. Ia aktivis 98, dulu berteriak soal keadilan. Ia relawan Jokowi, dulu lantang bela rakyat. Kini ia anak buah Prabowo pertama yang ditangkap KPK. Seolah-olah sejarah ingin menunjukkan bahwa idealisme bisa hancur hanya karena satu amplop.
Mari kita renungkan, apakah benar dompet pejabat setipis itu hingga harus memeras perusahaan? Tentu tidak. Mereka punya rumah mewah, mobil dinas, gaji fantastis. Tapi psikologi korupsi bukan soal “butuh”, melainkan soal “ingin lebih”. Dompet pejabat itu bukan kosong, tapi seperti lubang hitam, sebesar apapun isinya, tetap terasa kurang.
KPK sendiri sudah muak. Publik lebih muak lagi. Kita semua menyaksikan drama yang sama, pejabat ditangkap karena memeras, lalu mengaku khilaf, lalu berharap publik memaafkan. Minta Presiden memberinya amnesty. Pola klasik. Bedanya kali ini ada catatan sejarah, Noel, anak buah Prabowo pertama yang resmi dijaring KPK.
Maka, jika ditanya apa motivasi psikologisnya, jawabannya sederhana, bukan karena tidak ada duit di dompet, tapi karena dompet mereka terbuat dari nafsu, bukan dari kulit sapi. Ketika nafsu dijadikan dompet, jangan kaget kalau sertifikasi keselamatan pekerja pun bisa diperas, seolah-olah keselamatan manusia hanya seharga selembar kuitansi.
“Pakabar Rocky Gerung ya? Mungkin Rocky sudah tahu si Noel, seterunya saat debat di televisi sudah ditangkap KPK.”
“Pasti Rocky tahu lah. Paling dia akan berkata, dungu.”
Ada kabar terbaru,Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait dugaan pemerasan dalam proses pengurusan K3. Istana memastikan, bila Noel terbukti terlibat OTT, akan segera diganti.Hal itu disampaikan Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi. Kini istana masih menunggu adanya bukti keterlibatan Noel.”Apabila nanti terbukti, akan secepatnya dilakukan pergantian,” kata Prasetyo di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (21/8/2025).
Di sisi lain, Prasetyo mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah mendapat informasi terkait OTT Noel. Prabowo, katanya, menyerahkan proses hukum Noel kepada KPK.
Bapak Presiden sudah mendapatkan laporan. Beliau menghormati proses di KPK dan dipersilakan untuk proses hukum itu dijalankan,” ujarnya, seraya mengatakan pihaknya akan menunggu proses hukum terhadap Noel. Dia mengatakan kemungkinan reshuffle masih menunggu perkembangan proses hukum.
Harta Kekayaan Immanuel Ebenezer Gerungan
Adapun dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Noel melaporkan total harta kekayaan Rp 17,62 miliar tanpa utang. Kekayaan terbesar Noel berasal dari tanah dan bangunan senilai Rp 12,15 miliar.Tercatat ada lima aset Noel berupa tanah dan bangunan yang tersebar di Depok dan Bogor, Jawa Barat, dengan nilai tertinggi Rp 6,7 miliar di Kota Depok dengan luas tanah 2.260 meter persegi dan bangunan 500 meter persegi.Lalu Noel melaporkan lima alat transportasi senilai Rp 3,34 miliar. Mobil termahal yang dia laporkan adalah Toyota Land Cruiser tahun 2023 senilai Rp 2,3 miliar.Selain itu, Noel melaporkan kas dan setara kas Rp 2,03 miliar dan harta bergerak lainnya Rp 109,5 juta.(sumber: https://www.cnbcindonesia.com )
Respon Istana
Presiden Prabowo Subianto mencopot Immanuel Ebenezer (Noel) dari jabatannya sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker). Keputusan ini diambil setelah Noel terjerat kasus pemerasan Sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Mensesneg Prasetyo Hadi mewanti-wanti anggota Kabinet Merah Putih untuk kasus Noel ini dijadikan pembelajaran. Prasetyo mengatakan Presiden Prabowo ingin semua pihak bekerja keras untuk memberantas korupsi.
Noel sempat meminta amnesti atau pengampunan kepada Presiden Prabowo Subianto ketika hendak digiring ke rutan. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menegaskan Prabowo tidak akan memberikan amnesti kepada anak buah yang terlibat korupsi.
Awalnya, Hasan Nasbi memastikan pemerintah menyerahkan proses hukum kepada KPK. Pemerintah juga mendukung kasus dugaan pemerasan ini terungkap dengan jelas.”Dalam hal ini, kita ikuti saja proses hukum. Biar proses hukum yang membuat semua ini terang benderang,” ujar Hasan kepada wartawan, Sabtu (23/8/2025) seperti dilansir detiknews
Hasan Nasbi mengatakan Prabowo sering mengingatkan bawahannya untuk bekerja keras dan tidak melakukan korupsi. Menurutnya, peringatan itu sering diucap Prabowo.”Presiden selama 10 bulan ini setiap saat memperingatkan jajarannya agar bekerja untuk rakyat, dan jangan sekali-kali berani melakukan korupsi. Itu artinya Presiden sangat serius,” tegasnya ,(****






