Rupat, NUANSA POST
Dugaan praktik pungutan liar (pungli) mencuat di SMK Negeri 2 Rupat, Kabupaten Bengkalis. Kepala sekolah diduga mewajibkan orang tua siswa baru membeli seragam sekolah melalui Ketua Komite dengan harga Rp1.300.000 per siswa, di mana proyek pengadaan seragam tersebut disebut-sebut dikerjakan oleh suami kepala sekolah sendiri.
Informasi yang dihimpun dari sejumlah orang tua dan siswa menyebutkan bahwa undangan yang awalnya disebut untuk sosialisasi siswa baru ternyata berubah menjadi pertemuan pembelian seragam.
Ketua Komite SMKN 2 Rupat Bahari, S.Hum, diduga memimpin jalannya pertemuan dan mengumumkan kewajiban pembelian empat jenis seragam untuk setiap siswa baru.“Dalam undangan tertulis hanya sosialisasi, tapi ternyata yang dibahas pembelian seragam. Kami diwajibkan membeli empat macam seragam — batik, olahraga, praktik, dan atribut lainnya — seharga Rp1.300.000, dan tidak boleh beli di luar,” ujar salah satu orang tua siswa yang meminta identitasnya dirahasiakan, Sabtu (12/10/2025).
Dari data yang diperoleh, jumlah siswa baru tahun ajaran 2025–2026 mencapai lebih dari 100 orang. Jika dikalikan dengan nominal tersebut, total dana yang terkumpul diduga mencapai lebih dari Rp130 juta.
Praktik penjualan seragam oleh pihak sekolah maupun komite jelas melanggar peraturan pemerintah. Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022, pengadaan dan pembiayaan seragam merupakan tanggung jawab orang tua atau wali murid, bukan kewajiban yang ditentukan oleh sekolah.
Selain itu, Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010 dengan tegas melarang sekolah dan komite melakukan jual-beli seragam.
- Pasal 181 (a): Pendidik dan tenaga kependidikan dilarang menjual seragam secara perorangan maupun kolektif.
- Pasal 198 (a): Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga dilarang menjadi pelaku jual-beli seragam.
Ketua LSM KPK Riau: Dunia Pendidikan Jadi Ladang Bisnis
Ketua LSM KPK Provinsi Riau, Tehe Laia, mengecam keras praktik yang diduga dilakukan pihak SMKN 2 Rupat tersebut.“Modus seperti ini sudah sering terjadi. Dunia pendidikan kini dijadikan ajang bisnis oleh oknum-oknum yang mencari keuntungan pribadi,” ujar Tehe Laia dengan nada geram.
Ia meminta Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Inspektorat, dan Ombudsman RI untuk segera turun tangan melakukan audit khusus terhadap SMKN 2 Rupat.
Kepala Sekolah dan Ketua Komite Berkilah
Saat dikonfirmasi langsung oleh wartawan pada 8 Oktober 2025, Kepala Sekolah SMKN 2 Rupat, Fitria, S.Pd., M.M., tidak menampik adanya pungutan pembelian seragam sebesar Rp1.300.000 per siswa.
“Saya sudah serahkan urusan itu ke Ketua Komite. Benar biaya pakaian Rp1.300.000 per siswa. Soal suami saya yang menjahit, itu katanya karena orang tua siswa yang meminta,” ucapnya berkilah.
Sementara itu, pada 9 Oktober 2025, tim wartawan juga menemui Bahari, S.Hum, yang diketahui sebagai Ketua Komite sekaligus mantan Kepala Desa Pangkalan Pinang.Ketika dikonfirmasi, Bahari mengakui adanya pungutan tersebut.“Benar, itu sudah kesepakatan orang tua siswa,” katanya.
Namun, saat ditanya mengenai larangan dalam surat edaran dari Menteri Pendidikan Nadiem Makarim terkait pungutan seragam sekolah, Bahari mengaku tidak tahu.“Saya tidak tahu ada larangan itu. Tapi kalau diperiksa, saya siap bertanggung jawab,” tegasnya.
Desakan Audit dan Penegakan Hukum
Masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat di Bengkalis mendesak agar pemerintah provinsi segera melakukan audit transparansi keuangan terhadap SMKN 2 Rupat. Selain itu, Ombudsman RI diharapkan turun tangan untuk memastikan tidak ada pelanggaran etika pelayanan publik di sekolah tersebut.
Kasus dugaan pungli ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan, yang seharusnya berorientasi pada pelayanan publik dan pembentukan karakter, bukan dijadikan lahan bisnis oleh oknum-oknum yang menyalahgunakan kewenangan. (M. SYOPRI)






