Uncategorized

Reforma Agraria Kerap Menyimpang, FPHJ Desak Presiden Selamatkan Hutan Jawa Tersisa 23 Persen

4

Bandung, NUANSA POST

Pada Hari Rabu Tanggal 22 Oktober 2025, Tampak suasana haru menyelimuti Bale Gede Julang Ngapak Balandongan di Kawasan Eko Wisata dan Budaya Alam Santosa Bandung.Gelaran Saresehan bertemakan “Keberlangsungan Eksistensi Hutan di Tengah Isu Reforma Agraria” yang digelar Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHJ)

Ratusan peserta sempat terpaku kala ‘penyair hijau’ asal Cianjur, Mang Dadang S. (70), membacakan puisi tentang nasib hutan di Pulau Jawa yang kian menyempit, rusaknya ekosistem, dan maraknya alih fungsi lahan. Tepuk tangan panjang pun mengiringi penampilannya.

Ketua FPHJ Eka Santosa, selaku tuan rumah, menegaskan bahwa hutan tidak semestinya dijadikan objek reforma agraria. Ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak menjadi pintu masuk perusakan lingkungan dan pergeseran budaya lokal.“Mari kita tolak gagasan menjadikan hutan sebagai objek reforma agraria. Kita harus menyelamatkan hutan sekaligus budaya kita,” cetusnya.

Eka juga mengapresiasi langkah Gubernur Jawa Barat yang melarang alih fungsi kawasan hutan, sembari berharap kebijakan itu diperkuat menjadi aturan nasional.

Menurutnya, kegiatan saresehan ini bertujuan membangkitkan kesadaran masyarakat agar menjaga hutan secara lebih intensif di tengah maraknya kerusakan yang terjadi secara sporadis.

Faktanya Hutan Jawa Tinggal 23 Persen

Ahli kehutanan Universitas Gadjah Mada, Teguh Yuwono, memaparkan kondisi hutan Pulau Jawa yang kian memprihatinkan.

“Tutupan hutan di Jawa kini tinggal 23 persen. Jika tren ini berlanjut, pada tahun 2040 kita bisa menghadapi krisis air bersih,” ujarnya.

Ia menilai penerapan reforma agraria di kawasan hutan sering disalahartikan, karena lahan yang seharusnya untuk pelestarian justru diubah menjadi permukiman atau pertanian.

Penyimpangan Reforma Agraria

Perwakilan BIN Daerah Jawa Barat, Iwan Nuriyan, menyoroti dampak langsung isu kehutanan terhadap stabilitas nasional.“Reforma agraria kerap menyimpang dari tujuan awal. Alih-alih untuk rakyat kecil, justru dikuasai oleh pemodal besar. Ini fakta di lapangan,” tandasnya.

Ia menambahkan, pencegahan penyimpangan kebijakan reforma agraria harus menjadi prioritas nasional agar tidak menimbulkan kerusakan hutan maupun gangguan keamanan.“Insyaallah, hasil saresehan ini akan segera kami laporkan kepada Presiden,” katanya.

Seruan dari Aktivis dan Tokoh Lingkungan

Pendiri FPHJ, Drs. H. Nu’man Abdul Hakim, menyerukan agar gerakan penyelamatan hutan terus digelorakan.“Kita harus memikirkan masa depan anak cucu. Jangan biarkan hutan hilang karena kebijakan yang salah arah,” ujarnya.

Pemerhati kehutanan Hariyadi Hermawan juga menyoroti semangat perhutanan sosial yang baik di awal, namun kerap tergesa-gesa dalam pelaksanaannya.“Niat baik jangan sampai merusak hutan. Ini bukan perlawanan terhadap pemerintah, tetapi demi masa depan,” tuturnya.

Aktivis lingkungan Kang Mamay Solihin GP yang dikenal aktif turun ke lapangan, mendorong agar hasil saresehan ini tidak berhenti pada wacana.“Mari kita bawa data dan usulan konkret ke DPR RI demi kepentingan bangsa dan negara,” tutupnya. (RIEZCKY)

Exit mobile version